Minggu, 25 Desember 2011

Menyikapi Virus Iri



Manusia memang nggak ada puas-puasnya. Sejauh mata memandang hampir semua hal menarik ingin dimiliki. Duh!!! Nafsu memang merajai. Serangannya bertubi-tubi menutup nalar dan otak sehat. Karenanya orang bisa berbuat di luar kewajaran bahkan jahat. 

Iri. Hati-hati dengan penyakit hati yang satu ini. Virusnya berbahaya dan menusuk-nusuk di hati. Melihat orang lain punya ini pengen, lihat orang lain beli itu pengen. Pengen boleh-boleh saja tapi kalau sudah terkontaminasi dengan iri yang ada adalah keinginan untuk menyaingi. Tetangga beli tivi 21 inchi pengen menyaingi dengan yang 32 inchi. Si A beli sepeda pengen bersaing dengan beli motor gede. Si B liburan ke Bali pengen menandingi dengan pergi ke Paris. 


Duh! Kacau sekali dampaknya. Otak tak lagi bekerja yang ada hanya bersaing. Lebih parahnya lagi ketika hal tersebut digembar-gemborkan ke orang lain.

 “Eh Si C baru beli DVD tuh, katanya sih model terbaru. Hmm..gitu aja sombong. Asal tahu saja ya, minggu depan aku mau beli home theater” 

Kadang persaingan yang dilakukan tak sejalan dengan kemampuan. Penghasilan sebulan bisa ludes kalau buat beli home theater tapi karena gengsi akhirnya diusahakan ngutang sana-sini. Buat apa lagi kalau bukan untuk menutupi malu karena gengsi.

Eitss!! Ada lagi tipe manusia yang pintar membual saja. Cara bersaing dan rasa irinya ditunjukkan lewat omongan. 

“Eh jeng baru beli komputer baru ya buat anaknya, mending beli laptop saja biar enak bawanya. Saya mau beli yang tercanggih core i7 ukurannya 11 inchi, enak dibawa ke mana-mana. Daripada PC ribet.”

 Pertemuan berikutnya ketemu lagi ...

“Gimana Bu sudah beli laptop super duper canggihnya?”

 “Aduh gimana ya jeng, kalau saya pikir-pikir kebutuhan saya nggak perlu spesifikasi secanggih itu. Rencananya pengen beli komputer tablet. Lagi ngetrend lho jeng.” 

(Karena gengsi nggak bisa membuktikan omongan akhirnya beragam alasan dibuat untuk menutupi keadaan)

Parah! Sangat parah. Pernah saya melihat ada seorang ibu marah-marah kepada suaminya lantaran minta dibelikan motor keluaran terbaru untuk menyaingi tetangganya. Ada juga bapak-bapak yang rela menggadaikan sertifikat tanah hanya untuk mendapatkan tambahan dana guna membeli mobil baru, apalagi alasannya karena panas melihat teman kantornya punya mobil baru. 

Pengen sesuatu itu wajar. Tapi harus melihat kemampuan, intinya harus pandai-pandai bersyukur. Jangan terlalu “membanting tulang” hanya untuk menyaingi orang lain. Belajar “adem” di setiap keadaan. Sadar setiap orang diberi rejeki masing-masing. Kalau memang nggak mampu ya cukup diniatkan dalam hati untuk menabung. Ada keinginan pasti ada jalan. Jika rajin menabung dan berusaha pastilah akan tercapai apa yang diingini. Nggak usah malu dengan keadaan diri sendiri karena apapun itu semua wajib disyukuri.



6 komentar:

  1. kata seorang guru, "tanpa godaan tidak ada kemajuan".

    BalasHapus
  2. godaan dan ujian adalah wujud kasih sayang Tuhan untuk menempa kita menjadi pribadi lebih baik

    BalasHapus
  3. hehehe ... tapi kalo bersaingannya sehat gak apa apa kali ya ;)

    BalasHapus
  4. tentu... tapi ada baiknya diniatkan untuk membuktikan keberadaan dan kemampuan diri bukan untuk menunjukkan Si A lebih buruk daripada kita...

    BalasHapus
  5. sifat iri boleh karena bisa memacu kita untuk lebih giat dalam mendapatkan sesuatu asalkan sifat iri itu diarahkan dengan baik

    salam, Makanan Penyebab Bau Badan

    BalasHapus
  6. betul asal tidak ada pihak yag merasa ditindas dan dirugikan..

    BalasHapus