“Teknologi sudah menjadi kebutuhan tapi bukan suatu keharusan. Damn! (menghibur diri sendiri gara2 netbook error)”
(Facebook: Kamis, 3 November 2011 jam 1:03 pm. #3 jempol#)
Saya bukan manusia hi-tech yang memiliki perkakas super canggih tapi bukan juga manusia yang mengerjakan semua hal secara manual. Boleh dibilang saya konsumen kelas sedang dibidang teknologi. Saya termasuk selektif dalam membeli gadget, saya hanya membeli yang sesuai dengan kantong dan kebutuhan. Pernah suatu kali saya menabung mati-matian untuk membeli ponsel terbaru dengan iming-iming kecanggihan video call dan 3Gnya.
Namun pada kenyataannya saya hanya bisa menggunakannya di kota. Maklum jaman itu sinyal 3G belum masuk desa. Untuk pekerja tambang yang selalu keluar masuk hutan seperti saya ini benda ini sungguh tak berfungsi optimal. Jangankan 3G sinyal buat telepon saja senin kamis. Duh! Ini adalah salah satu pemborosan bidang teknologi yang saya ingat disamping pemborosan lain yang jika diingat hanya akan membangkitkan kenangan lama tentang betapa kanker(kantong kering)nya saya ketika menabung untuk membelinya.
Tak banyak benda canggih yang saya punya namun apa yang ada sudah cukup mumpuni untuk membantu mempermudah pekerjaan dan aktivitas.
Untuk urusan komunikasi saya mengandalkan sebuah ponsel dual GSM, ini dikarenakan teman dan keluarga saya bagaikan dua kubu yang menjagokan operator masing-masing. Jadilah saya yang mengalah untuk tetap menjalin silaturahmi dengan keduanya tanpa harus membuang banyak uang karena harus menelepon atau SMS ke operator yang berlainan. 2 in 1. Sungguh praktis bukan ponsel saya ini, apalagi ada senternya. Lumayanlah kalau ngeronda nggak perlu bawa senter lagi.
On line telah membudaya, sehari tak masuk dunia maya gimana gitu rasanya. Setiap hari facebook saya kunjungi. Ini saya lakukan untuk mengintip privasi teman yang mereka buka sendiri dengan penuh kesadaran lewat update status. Belum lagi situs-situs menarik seperti twitter, you tube dan dunia perbloggingan yang sayang untuk dilewatkan membuat saya ketagihan untuk menjadi penghuni tetap dunia maya. Nggak on line bakalan mati gaya! Untuk itu sebuah netbook mini berwarna merah tua saya kawinkan dengan modem putih berisikan paket internet unlimited di dalamnya.
Pergerakan dan perpindahan manusia era ini sudah tinggi. Dalam hitungan jam bisa berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain bahkan dari negara satu ke negara yang lain. Sungguh transportasi telah maju pesat membuat penggunanya cepat dan melesat. Saya tak mau ketinggalan, sebuah motor matic saya gunakan untuk membantu perjalanan. Lumayanlah sejak beli motor ini kaki saya sedikit bisa bernapas lega dan tidak perlu lagi melangkah dalam waktu yang cukup lama.
Beberapa hari yang lalu saya sempat mengalami masa vacuum technology gara-gara netbook saya error tidak mau start. Sepertinya anti virus yang saya update bukannya membasmi tapi malah membawa virus yang merusak windows. Duh! Sebel! Dongkol! Karenanya hidup saya serasa mati gaya. Aktivitas blogging, nongkrong di facebook sampai nonton film dan mendengarkan musik jadi terhambat. Karena accident ini saya ketinggalan gossip artis dan teman-teman di facebook, artikel dan tulisan teman-teman di blog juga terlewatkan. Maaf kalau saya terlalu lebay menanggapinya, hal ini karena rasa ketergantungan akan adanya terknologi.
Namun terlalu lama dengan teknologi juga membawa dampak kurang baik. Semenjak mengenal monitor dan televisi lama-kelamaan mata saya mengalami penurunan pengelihatan. Ya.. saya terkena rabun jauh! Tak hanya itu berkendara dengan motor membuat saya malas jalan kaki. Untuk ke tempat yang cukup dekatpun motor saya gunakan. Hasilnya pergerakan tubuh berkurang dan badan saya semakin mengembang (gemuk). Ini hanya contoh kecil dalam kehidupan saya belum lagi dampak teknologi yang lebih besar seperti radiasi dan global warming.
Selama masa vacuum tersebut saya menyadari sebuah hal. Teknologi diciptakan oleh manusia jadi sudah pasti lebih canggih manusia daripada teknologi itu sendiri. Tanpa teknologi hidup tetap menarik. Dengan berjalan kaki saya bisa berolahraga sekaligus cuci mata, menulis di buku itu seru meski tak serapi lewat Ms.word, bertemu dengan teman secara langsung terbukti lebih heboh daripada sekedar chatting di depan monitor.
“Dengan atau tanpa teknologi hidup tetap berarti. Dengan atau tanpa kecanggihan hidup harus terus berjalan.”
(Facebook: Jumat, 4 November 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar